Pelayanan Publik di Mal Pondok Gede Dikeluhkan Warga

Pelayanan Publik di Mal Pondok Gede Dikeluhkan Warga. Gerai pelayanan publik di Mall Atrium Pondok Gede berada di ujung gedung, tidak terlalu jauh untuk ukuran pengunjung yang biasa jalan-jalan di mal. Layaknya pengunjung lain, warga yang hendak menuju gerai pelayanan publik hanya perlu menaiki beberapa anak tangga sebelum masuk mall. Kemudian berjalan menuju eskalator yang membawa ke lantai dua gedung. Sisanya hanya berjalan kurang dari 50 meter agar tiba di depan mesin antrian.
Di depan gerai pelayanan publik terdapat kursi-kursi yang disediakan bagi warga yang menunggu giliran untuk menyelesaikan urusannya. Setiap warga yang datang memiliki misi yang beragam, seperti perpanjangan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), membuat KTP-El, mengurus Kartu Keluarga, membuat akte kelahiran atau membayar pajak motor dan sebagainya.

Sepertinya semua akan terasa mudah dengan adanya pelayanan satu pintu yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Seolah semua urusan yang biasanya memakan banyak waktu dan tenaga karena harus datang langsung ke kantor-kantor dinas pun kini tak perlu lagi dilakukan.
Namun siapa sangka, kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan. Salah seorang warga Perumahan Sigma, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Hartuti (55 tahun) harus bolak-balik ke Mall Atrium Pondok Gede untuk menyelesaikan urusannya.
“Ini hari ketiga saya ke sini. Dua hari sebelumnya saya selalu kehabisan nomor antrian,” tutur Hartuti kepada
Pasalnya, pada hari pertama Hartuti datang ke gerai dengan tujuan mencetak KTP-El tidak terlaksana lantaran sudah kehabisan nomor antrian. Menurutnya pada ia datang pada pukul 11.00 WIB. Ia pun kembali dengan tangan kosong.
“Hari kedua saya datang pukul 09.00 WIB, karena saya pikir mall biasa buka jam segitu, tapi ternyata tetap kehabisan,” ujarnya
Belajar dari pengalamannya, di hari ketiga ia sudah sampai di Atrium Mall Pondok Gede sekitar pukul 05.30 WIB. Namun siapa sangka, bahkan sebelum pintu masuk mal dibuka, antrian sudah mengular di tangga-tangga dan eskalator menuju pintu masuk yang berada di lantai 2.
Tidak berhenti di situ, setelah pintu masuk mal dibuka sekitar pukul 07.00 WIB, di usianya yang sudah tidak muda lagi, ia harus berdesak-desakkan dengan warga lain yang juga hendak mengurus sesuatu di gerai pelayanan publik. “Enggak tahunya pas masuk juga antri lagi buat ngambil nomor antrian,” ujar dia.
Selain itu, warga masih harus menunggu beberapa saat sampai mesin antrian dinyalakan. Takbir Hamzah Adam (35 tahun) salah satu warga yang hendak mencetak KTP-El miliknya pun mengeluhkan hal yang sama.
“Saya sampai sini pukul 05.30 WIB. Tapi gara-gara antriannya enggak tertib, saya akhirnya dapet nomor antrian ke 141,” kata Takbir.
Menurut Takbir, seharusnya ada pembatas untuk menertibkan barisan antrian minimal dengan tali rafia. Selain itu, meskipun pembuat KTP-El sudah dipisahkan dengan yang lain agar mendapatkan nomor urut yang berbeda, warga tetap mengantri di depan satu mesin yang sama.
“Ini mesin antriannya juga cuma satu unit. Pas sampai depan tetap ditanya satu-satu mau ngurus apa. Kan barisan yang sudah dipisah-pisah tadi jadi percuma,” ujar Takbir.
Dari pantauan Republika, batas antrian hanya dibuat dengan lakban hitam yang ada di lantai kurang lebih sepanjang dua meter dari mesin antrian. Hal ini membuat tiga garis batas pemisah antara antrian pembuat KTP-El, barisan khusus penyandang disabilitas dan barisan untuk lain-lain.
Dari sekian banyak pelayanan yang ada di gerai pelayanan publik, pembuatan KTP-El di stand Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan primadona, mayoritas warga yang sudah antri sejak dini hari adalah warga yang hendak membuat KTP-El. Namun, dalam satu hari pembuatan KTP-El dibatasi hanya 150 blangko.
“Bukan karena blangkonya terbatas, tapi disesuaikan dengan waktu pembuatan, karena minimal satu KTP-El memakan waktu kurang lebih lima menit,” kata Muhammad Yasin, salah satu petugas front office yang bertugas

Comments

Popular posts from this blog

Promo Rumah Depok

Polri Harus Independen Tangani Kasus Ratna

Separator Busway Tetap Jadi Andalan Transjakarta